Jangan asal tulis (ketik) saja !

Share this !




Sebulan yang lalu, ada pesan baru masuk di akun Facebook saia. Sebuah akun pengirim yang asing, bukan termasuk dalam daftar teman saia. Penasaran, kemudian saia buka pesan tersebut. Ternyata isinya tak lebih hanya umpatan dan kata-kata kotor dalam bahasa Jawa. Saia yang merasa tak kenal dengan akun tersebut cuek-cuek saja. Tapi yang membuat sedikit kesal sewaktu dia mengirim pesan yang sama untuk ketiga kalinya. Tak perlu penyelidikan serius saia cukup melihat profilnya, meskipun dia menggunakan gambar Avenged Sevenfold sebagai foto profilnya, saia menyimpulkan bahwa pemilik akun hanya orang ‘kurang kerjaan’. Karena saia lihat aktifitasnya dalam meng-comment status dan kiriman orang lain dengan kata-kata provokatif dan kata kotor. Tak perlu susah payah menempuh jalur hukum untuk mengatasi orang seperti ini. Yang perlu saia lakukan hanya memblokir akun tersebut. Gitu aja kok repot . :D

Pengalaman tersebut menggambarkan kondisi bagaimana seseorang dapat leluasa membuat akun dengan hanya bermodal email yang digunakan untuk sekedar  ‘mengisi waktu luangnya’. Misalnya, Saia dapat dengan mudah membuat 10 akun di Facebook dalam waktu yang singkat. Karena tidak adanya verifikasi akun tersebut ke dunia nyata. Yang terjadi hanyalah verifikasi melalui email yang juga sangat rentan dipalsukan.

Mass Phenomenon

Inilah yang terjadi sekarang dimana banyak orang yang beranggapan,’ apa yang tidak bisa saia lakukan di dunia nyata, bisa saia lakukan di dunia maya ’. Tanpa berpikir tentang dampak yang akan terjadi di dunia nyata. Tentunya itu sah-sah saja, Kalau aktifitas selancarnya positif, kalau negatif ? Inilah yang dikhawatirkan pemerintah. Bagaimana sebuah informasi yang disebarkan melalui internet bisa digunakan untuk menyebarkan isu-isu  yang bias menjatuhkan seorang tokoh besar, menjatuhkan nama baik perusahaan bahkan suatu rezim. Sedangkan tidak semua informasi tersebut memiliki sumber yang jelas, karena kemudahan seseorang dalam mempublish informasi ke internet.  
Kita lihat bagaimana dulu pemerintah kelabakan dalam menghadang laju arus informasi di internet, karena saat itu belum ada Undang-Undang yang mengatur. Sebelum kelahiran UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Di titik ini, sebenarnya argumen bahwa ranah internet
adalah ranah yang tidak terjangkau oleh hukum menemukan kekeliruannya.
Tentunya apabila kita lihat dari sisi negatif dari Internet, maka akan tidak ada habisnya. Namun hal itu setimpal dengan hal-hal positif yang ditawarkan.
Bukankah memang sesuatu di dunia ini ada unsur positif dan negatif ? semua itu tergantung pemakaian. Kita lihat bagaimana Internet di tangan orang yang tidak bertanggung jawab menyebabkan Ariel mendekam dipenjara, di lain pihak, Internet dapat menyelamatkan nyawa seorang penderita kanker kandungan yang akan dioperasi. Karena kemudahan yang ditawarkan, Internet menjadi sarana komunikasi bagi pendonor darah dan penerima donor seperti yang dilakukan Blood for Life.  Lihat disini.

Diantara Kita


Tengok saja beranda Facebook, atau timeline Twitter Anda. Pasti banyak status yang bersifat ungkapan hati ketimbang informasi jalan raya ataupun berita terkini dari lingkungan sekitar. Karena kebanyakan dari pengguna social media belum menemukan keampuhan dari kekuatan media. Mereka hanya terpaku pada naluri mempertahankan eksistensi. Kalau saja mereka dapat memanfaatkannya sebagai media informasi secara optimal seperti yang dilakukan tukang becak di Yogya yang mempromosikan jasanya melalui dua social media ini sampai mancanegara, Harry van Yogya.
Mengapa pembahasan hanya sebatas Facebook dan Twitter ?
Karena hanya melalui lingkup dua social media ini, saia dapat menemukan banyak karakteristik pengguna Internet yang bermacam-macam. Selain itu, saat saia melihat ke warnet di daerah wilayah kabupaten Pasuruan, saia melihat semua pengunjung hanya memuka situs Facebook. Bahkan dari salah satu pengunjung yang saya tanyai beranggapan bahwa internet hanya sebatas Facebook saja. Bukankah hal yang seperti ini membuat ruang gerak dalam dunia maya terbatas pada Beranda, Profil dan lainnya ?

Memang, upaya dalam menyampaikan informasi dan berekspresi hanya dibatasi 140 karakter. Padahal banyak media lain selain dua social media tersebut. Seperti blog, kegiatan blogging lebih banyak menawarkan ruang dalam penyampaian informasi dan berekspresi. Namun, pengguna internet beranggapan blogging harus bisa coding dan tulisannya harus bagus. Masalah lain yang muncul adalah kesemrawutan antara ruang public dengan ruang pribadi yang disebabkan banyaknya pengguna Facebook atau Twitter yang update status yang bersifat pribadi.

Freedom of Expression

Sebenarnya bahwa Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia telah memberikan hak penuh kepada warga negaranya untuk menggunakan segala jenis saluran informasi yang ada di jagad raya ini. Melalui Pasal 28 F Undang-Undang Dasar 45 Amandemen Kedua : setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Tapi banyak yang masih takut, kenapa ?
Tidak bakunya cara menafsirkan sebuah peraturan (pasal) di negara ini menjadikan perkara tersebut menjadi blunder dan berjalan dengan perseteruan kepentingan dari banyak pihak. Prita Mulyasari akhirnya harus menelan pil pahit di balik jeruji, meski belakangan Prita Mulyasari dibebaskan. Hal ini merupakan salah satu potret mirisnya penegakan hukum di Indonesia, dimana tidak bisa menempatkan suatu perkara secara proporsional.
Kebutuhan masyarakat dalam menuangkan segala bentuk ekpresi sepertinya terkendala oleh hal tersebut.

Tapi semua itu dapat dilakukan selama tidak melampaui batasan-batasan.
Setidaknya ada tiga isu pokok dalam pembatasan terhadap kebebasan berekspresi yaitu :
Pertama, pembatasan itu harus ditentukan oleh hukum,
Kedua, pembatasan ditujukan untuk memenuhi salah satu alasan, antara lain keselamatan public (public safety), ketertiban publik (public order), moral
publik (public morals), kesehatan publik (public health), hak-hak dan kebebasan dasar orang lain, hak dan reputasi orang lain dan keamanan nasional,
Ketiga, pembatasan harus dianggap perlu untuk dilakukan (proporsional). Syarat bahwa pembatasan terhadap kebebasan-kebebasan dasar harus ditentukan oleh hukum seharusnya tidak dimaksudkan untuk melemahkan esensi hak asasi manusia yang ditetapkan baik dalam Kovenan ataupun dalam UUD .

Melihat sejarah

Pada saat dosen saia memperlihatkan video talkshow Kick Andy dengan bintang tamu KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk mengisi mata kuliah tentang wawasan kebangsaan, saia menangkap dialog tentang pembubaran Departemen Penerangan, kurang lebih seperti ini ;
Andy                     : “DepPen dibubarkan, akibatnya sekarang itu pers sangat tidak terkontrol.Bahkan pornografi sekarang merajalela. Itu Dosa Anda loh !”
Penonton tertawa
Gus Dur                : “Enggak dong, dosa yang nyiarin”
Penonton tertawa
Gus Dur                : “Saya diapa-apakan itu bekerja menurut ketentuan Undang-Undang Dasar, UUD menjamin kebebasan berpikir, dan itu hanya   mungkin bila DepPen gak ada.”
Andy                     : “ Tapi kalau kebebasannya seperti sekarang tidak ada yang mengontrol, Gus. “
Gus Dur                : “ Kita kontrol nanti dong..”
Andy                     : “ Siapa yang mengontrol ? “
Gus Dur                : “ Antara kita aja, Kenapa sih . masalah juga penting peranannya kok. Memang hanya pemerintah aja ? “
Tepuk tangan penonton dan dilanjutkan pertanyaan Lain……

Lantas ?

Dari sana saia dapat memahami, jika peranan masing-masing individu menentukan dalam  kebebasannya sendiri. Tentu saja, menghilangkan semua hal-hal negatif yang ada di dunia maya menjadi tidak mungkin. Untuk memerangi dampak negatif ini, selain dengan berusaha menekan jumlah informasi negatif, kita juga bisa melakukannya dengan memperbanyak informasi positif. Misalnya dengan menulis di blog yang tentunya berisi informasi positif.
Tentunya jika kita telah disibukkan dengan banyak hal-hal positif, maka kegiatan yang berbau negatif tidak akan terlaksana. Dalam mem-publish sebuah tulisan di internet  seorang pengguna internet aktif selayaknya memperhatikan norma-norma social yang berlaku di lingkungan sekitar. Juga memperhatikan kelompok minoritas yang kemungkinan bisa tersinggung atas tulisan yang di buat. Karena ada kelompok-kelompok tertentu yang belum bisa menerima keterbukaan informasi.
Seperti yang diungkapkan Pak Onno W Purbo dalam film Linimas(s)a, Jika setiap sekolah terhubung internet, dan setiap murid dari sekolah tersebut membuat blog untuk mem-publish tulisannya dalam blog tentang informasi-informasi atau tentang kota mereka. Maka dunia maya akan dipenuhi dengan banyak sekali halaman yang berisi informasi positif dan bisa menekan jumlah informasi negatif.
Apabila seorang pengguna Internet hendak berselancar, lebih baik membuat suatu agenda atau list yang dibutuhkan dan akan di akses waktu memutuskan untuk mengakses internet. Hal ini dapat meminimalisir pengaksesan pada informasi negatif.